FOR OUR PLANET
Rolex Perpetual Planet Initiative adalah program khusus yang digagas Rolex untuk konservasi laut hingga pelestarian alam
Bukan saja dikenal sebagai merek jam tangan mewah, Rolex juga memiliki program khusus yaitu Perpetual Planet Initiative, yang mendukung tiga bidang tindakan utama, yaitu konservasi laut, perlindungan alam liar, dan pelestarian dunia kehidupan. Rolex berkomitmen untuk mendukung penjelajah, ilmuwan, dan organisasi di seluruh dunia yang bekerja di bidang ini untuk lebih memahami dan melindungi planet kita. Rolex,melalui Perpetual Planet Initiative dan Mission Blue, mendukung Coral Triangle Center (CTC), sebuah lembaga non-profit asal Indonesia, dan menetapkan Nusa Penida sebagai salah satu Hope Spot. Dikenal dengan keindahan lanskap bawah lautnya, Nusa Penida kini menjadi simbol penting dalam upaya konservasi laut.
Rolex juga menunjuk Rili Djohani dan Wira Sanjaya sebagai Hope Spot Champions untuk meningkatkan kesadaran tentang Daerah Perlindungan Laut (MPA – Marine Protected Area) di kawasan tersebut, sekaligus mendukung target pemerintah Indonesia dalam melindungi 30 persen wilayah perairannya, setara dengan sekitar 97,5 juta hektar. Dengan berbagi metode mereka, Djohani dan Sanjaya mendukung konservasionis lainnya dalam mendirikan dan memperkuat MPA di seluruh Segitiga Karang dan wilayah lainnya.
Melalui keterlibatan wisatawan dalam program mereka, mereka berhasil menciptakan suara global yang mendukung perlindungan Nusa Penida. Daerah Perlindungan Laut Nusa Penida adalah lanskap dasar laut yang menakjubkan dan contoh cemerlang dari Hope Spot Mission Blue. Setiap tahunnya, ratusan ribu wisatawan datang untuk menikmati keindahan laut, melakukan aktivitas snorkeling, dan menyelam bersama ikan pari manta, sunfish, serta penyu.
Didukung oleh Rolex Perpetual Planet Initiative dan Mission Blue, dua sosok inspiratif Djohani dan Sanjaya, berperan penting dalam membantu masyarakat lokal menjaga keseimbangan antara ekologi, budaya, dan ekonomi untuk melindungi ekosistem lokal laut mereka. Karya mereka menunjukkan bagaimana konservasi laut yang sukses dapat berjalan secara harmonis dengan komunitas lokal dan pariwisata.
Ditetapkan pada tahun 2014 melalui Keputusan Menteri dan berkat inisiatif dari ahli ekologi laut Djohani, Daerah Perlindungan Laut ini mencakup 20.057 hektar di sekitar tiga pulau ikonik Bali: Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan.
MPA ini menjadi rumah bagi sekitar 570 spesies ikan karang, termasuk ikan pari manta dan sunfish yang magis, serta hampir 300 spesies terumbu karang—mewakili lebih dari 76 persen spesies karang yang telah teridentifikasi. Dengan sekitar 48.000 penduduk yang bergantung pada ekosistem laut sebagai mata pencaharian, serta keindahan alam yang menarik ribuan wisatawan setiap tahunnya, Nusa Penida menghadapi tantangan sekaligus peluang baru dalam menjaga keseimbangan antara pariwisata dan kelestarian alam.
Djohani menyadari bahwa keberhasilan upaya konservasi bergantung pada kemampuan penduduk di ketiga pulau untuk hidup secara berkelanjutan dan menjadi pelindung laut itu sendiri. Karena itu, ia membentuk Coral Triangle Center (CTC) untuk mendukung pengembangan mata pencaharian yang ramah lingkungan dan ketahanan pangan bagi komunitas lokal, serta menjalankan kegiatan penyuluhan dan pelatihan konservasi.
Pada tahun 2020, pengelolaan area oleh CTC mencapai kesuksesan besar, sehingga diakui oleh Rolex Perpetual Planet Initiative dan Mission Blue. MPA ini dinobatkan sebagai Hope Spot, sebuah wilayah dengan biodiversitas laut yang krusial, dengan Djohani dan Sanjaya sebagai Juara Hope Spot. “Sangat penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan Hope Spot ini, sehingga tidak ada pihak yang merasa diabaikan,” ungkap Rili Djohani, ahli ekologi laut dan juara Hope Spot.
Saat ini, Djohani dan Sanjaya terus berupaya menjadikan MPA ini sukses. Salah satu proyek utama mereka adalah rehabilitasi hutan bakau (mangrove) yang sebelumnya ditebang untuk diambil kayunya. Dengan meningkatkan kesadaran tentang manfaat bakau, seperti peran pentingnya bagi biodiversitas lokal, perlindungan terhadap kenaikan permukaan laut, dan potensi ekowisata, CTC mendorong penduduk setempat untuk turut berpartisipasi dalam upaya pemulihan ini.
Sebagai bagian dari inisiatif reforestasi besar-besaran, mereka telah berhasil menanam lebih dari 10.000 bibit mangrove baru. Untuk mendukung pemulihan dan meningkatkan ketahanan terumbu karang, proyek ini telah memasang lebih dari 400 struktur di dasar laut yang berfungsi sebagai tempat berkembangnya karang baru. Mereka juga telah mentransplantasikan 6.000 fragmen karang ke area seluas 240 meter persegi dari terumbu yang rusak. Djohani dan timnya memahami bahwa agar konservasi laut dapat berkelanjutan dan memotivasi masyarakat dalam jangka panjang, upaya ini harus menjadi bagian integral dari budaya lokal