A Culinary Journey in a Bite

Tom Aikens kembali ke Jakarta membawa nostalgia Eropa, dan berbincang tentang makna waktu hingga kemewahan

Menjelang penghujung 2022, para penikmat fine dining di Indonesia, khususnya di Jakarta, dimanjakan dengan kreasi menu baru dari Tom Aikens, juru masak bintang dua Michelin. Tom bersama teamnya mempersiapkan kuliner gastronomi ala Eropa dengan berbagai sajian spektakuler yang terbagi dalam dua bagian, yaitu rangkaian menu Two-Timed Dinner Testing dan Weekend Brunch, di restoran Tom’s by Tom Aikens, yang terletak di lantai 62 hotel mewah The Langham Jakarta. Dengan pemandangan yang menakjubkan dari The Langham Jakarta yang terkenal dengan kemewahan dan cita rasa dekorasi yang luar biasa, hotel ini menjadi destinasi sempurna bagi para tamu untuk merasakan pengalaman gastronomi yang tiada duanya dari Tom’s.

Olahan daging dan unggas maupun ikan dipadu dengan racikan bumbu dan teknik memasak yang melahirkan sensasi istimewa memanjakan lidah, seluruh sajian kreasi Tom seakan mengemas perjalanannya di dunia kuliner sejak dari dapur sang ibu hingga kiprahnya di dapur restoran kelas dunia hasil gemblengan para juru masak internasional dan dukungan tim yang mumpuni. Sebuah bukti nyata dari kecintaannya akan gastronomi.

Pria kelahiran Norwich, Inggris, tahun 1970 ini sejak kecil telah terbiasa berada di dapur. Bersama saudara kembarnya, Robert, Tom kerap membantu sang ibu memasak, berawal dari kue-kue dan penganan manis. Menginjak usia 13 tahun, Tom mulai serius berpikiran untuk menjadi juru masak. Seiring waktu, ia pun memutuskan untuk belajar di bidang jasa boga. Perjalanan karier Tom membawanya dari restoran bintang tiga Michelin La Tante Claire di London di bawah Pierre Koffman, chef asal Prancis, dan berlanjut ke restoran Pied à Terre di kota yang sama. Pada 2003, Tom mendirikan restoran pertamanya, Tom Aikens, di Chelsea. Setahun kemudian, restoran tersebut meraih empat rosette AA dan kemudian bintang satu Michelin. Hingga kini, Tom telah membuka sejumlah restoran di beberapa negara, yaitu Muse di London; The Jade Room di Tokyo; Alba Terrace, The Oak Room, dan Market at Edition di Abu Dhabi; Naua dan 3-2-1 Café di Qatar; dan tentunya Tom’s by Tom Aikens di The Langham Hotel, Jakarta. Berikut perbincangan singkat kami disela-sela kunjungannya di Jakarta.


Anda pernah menyusun menu untuk Qatar Airways dengan mempertimbangkan perubahan selera pada ketinggian 30.000 kaki. Menurut Anda, makanan seperti apa yang cocok untuk penerbangan jarak jauh?

Kita harus mempertimbangkan banyak hal, misalnya kualitasnya, karena sulit bagi maskapai untuk menurunkan kualitas. Pertimbangan lainnya adalah tempat yang terbatas. Jadi melakukan sesuatu sambil tetap menjaga kualitas tinggi itu sangat pelik. Hanya sedikit maskapai yang berhasil melakukannya dengan baik, misalnya Etihad, dan juga Singapore Airlines.

Anda memiliki banyak restoran di dunia, misalnya di Tokyo, Jepang. Apakah Anda berencana memakai bahan-bahan dari Indonesia untuk restoran di sini, misalnya rempah tertentu atau bahan lainnya?

Kami mungkin tidak akan banyak melakukan itu. Sama seperti di restoran saya di Jepang, saya juga tidak membuat masakan Jepang karena tidak ada gunanya, saya tidak akan bisa membuat yang seenak restoran asli Jepang. Sama juga seperti di sini, saya tidak akan membuat masakan Indonesia. Tetapi, saya akan berusaha memakai sebagian bahan, bisa jadi rempah, atau penambah rasa, atau sesuatu lainnya, dari sini.

Sebagai seorang chef dengan nama besar dan memiliki restoran di beberapa negara, apa tantangan terbesarnya dan apa yang paling sulit untuk dikelola?

Terkadang soal bahan, bagaimana mendapatkan bahan yang tepat. Dan juga memastikan menemukan orang yang tepat untuk mengelolanya.

 

Apakah Anda gemar mengoleksi jam tangan?

Saya punya beberapa arloji tetapi jarang memakainya saat berada di dapur. Karena sering di dapur dan jam tangan bisa jadi rusak atau mudah kotor, jadi saya lebih memilih tidak memakainya (saat sedang bekerja).

Apa arti kemewahan bagi Anda?

Bisa jadi segalanya. Orang pikir mungkin jawabannya adalah uang, tetapi sebenarnya tidak. Waktu, saya berharap saya punya lebih banyak waktu. Kemewahan adalah bisa merasakan ketenangan selama, mungkin, setengah jam. Kemewahan bisa berarti apa saja. Tetapi bagi saya, bisa menikmati ketenangan selama beberapa waktu sudah berarti kemewahan, karena itu sesuatu yang jarang saya alami.

Share via
Copy link
Powered by Social Snap